Kabar Viral Online
Menu
Blog
About
Contact
CSS Minifier
Disclaimer
HTML Converter
Privacy Policy
Sitemap
Static Page
404 Page Not Found
Menu
Menu 1
Menu 2
Menu 3
Menu 4
Menu 5
Menu 6
Menu
Menu 1
Menu 2
Menu 3
Menu 4
Menu 5
Menu 6
Menu
Menu 1
Menu 2
Menu 3
Menu 4
Menu 5
Menu 6
Menu
Menu 1
Menu 2
Menu 3
Menu 4
Menu 5
Menu 6
Home
Unlabelled
Algojonya Anies, Darah Sapi Muncrat, Daging Jadi Alot!
Algojonya Anies, Darah Sapi Muncrat, Daging Jadi Alot!
Tags
Gabener ini memang salah. Sudah salah menata kota, salah juga menjagal hewan. Hewan yang dijagal sangatlah kasihan. Seharusnya sudah ada aturan-aturan tertentu untuk menjagal, agar hewan tersebut tidak mati perlahan-lahan. Harus cepat lepas nyawanya.
Mungkin gabener harus belajar dari tukang jagal di pasar terlebih dahulu, sebelum asal sayat lalu setengah mati, kemudian darahnya muncrat-muncrat pula.
Coba lihat baju putihnya penuh bercak darah. Gak beres ini orang. Saya kira dia jago sembelih, ternyata muncrat. Dagingnya pasti langsung gak enak itu!
Kasihan sekali hewan kurban itu harus lama meregang nyawa karena ketidakbecusan tukang jagalnya. Sebelumnya, mungkin bisa kursus dulu sama saya. Saya juga tidak bisa. Tapi saya yakin bahwa saya lebih mahir dari si gabener ini.
Saya tidak sedang berbicara mengenai agama. Tapi berbicara mengenai perikebinatangan dan kuliner. Mengapa harus belajar perikebinatangan? Begini. Kita sebagai manusia, harus tahu cara terbaik untuk membunuh hewan yang akan kita konsumsi. Cara mereka mati, menentukan juga kualitas daging yang ada.
Bahkan konon katanya, daging sapi premium, disebut premium karena adanya sebuah treatment kematian yang profesional. Hal ini dikenal dengan istilah
kosher
.
Cara membunuh hewan pun ada aturannya. Jika mereka mati kesakitan, biasanya daging mereka tidak awet, atau alot seperti karet dan sebagainya. Sebelum kita bicara tentang kulinernya, kita membahas perikebinatangan.
Penulis besar di dalam budaya pasar. Pasar, sempat menjadi sebuah tempat sehari-hari penulis saat menemani ibu berbelanja. Di tempat penulis, pasar dibagi menjadi dua kategori. Mungkin ini juga dilakukan di tempat-tempat lain apalagi Jakarta yang dikenal kebersihannya dan kemajuan kotanya.
Pasar basah dan pasar kering. Di pasar kering, biasanya para pedagang menjajakan dagangannya berupa sayur, telur, beras dan sebagainya.
Pasar kering ini menjadi tempat pasar pada umumnya. Tapi biasanya di bagian bawah, ada pasar basah. Di pasar basah, biasanya menjual daging hewan. Penulis sebenarnya agak malas ke pasar basah, karena memang baunya sangat menyengat.
Daging segar ada di sana semua. Definisi segar, tidak serta merta harum. Daging segar, adalah daging yang bau. Di sana, biasanya setiap minggu ada beberapa mobil pickup yang mengirimkan ratusan ayam pedaging. Mungkin ribuan. Di sana ada tempat pejagalan ayam.
Di sana, ada orang-orang yang terdiri dari emak-emak dan tukang yang biasanya membunuh ayam tersebut. Mereka melakukannya dengan sangat profesional, bahkan sambil bicara. Ayam yang masih ada, mereka genggam lehernya dan sayat bagian lehernya, dan ayam tersebut mati dengan sangat cepat.
Lehernya disayat kecil. Penulis pun tertarik dengan cara itu. Tidak ada darah yang muncrat ke arah wajahnya, padahal para pemotong ayam itu memotong di hadapan wajah mereka. Mereka memiliki teknik. Tangan mereka terbiasa.
Sekalinya penulis mencoba memenggal kepala ayam di rumah untuk dimasak, eh gila, penulis sampai tidak bisa tidur sama sekali. Mengapa? Karena setelah dipotong, tubuhnya berlari-lari ke sana kemari “membasahi kawanan ternak yang ada di rumah”.
Gila itu badan masih bisa lari sekitar beberapa menit. Edan.
Gue sampe bingung, mereka sayat aja harusnya bisa langsung mati, saya pikir apalagi dipenggal, pasti langsung mati.
Ternyata lama matinya. Kemudian dagingnya pun jadi tidak enak.
Setelah penulis coba bertanya kepada tukang jagal di pasar, ternyata memang cara menyayat itu adalah cara tercepat menghabisi nyawa hewan, dengan tanpa harus membuat otot-ototnya tegang, dan malah jadi kejang-kejang seperti codot di Monas itu.
Lalu penulis studi lebih jauh lagi. Ternyata daging sapi premium yang dikenal dengan nama
Kobe Beef
, ternyata sulit dibuatnya. Sapi selama hidup dibesarkan dalam kondisi yang tenang dan nyaman. Dagingnya lemas. Cara membunuh sapi tersebut pun dilakukan dengan sangat baik. Bagaimana caranya?
Konon katanya, daging Kobe itu dihasilkan dari pelayanan prima kepada sapi. Mereka diberi minum bir, dan dipijat secara rutin. Lalu sapi itu dibuat malas. Kemudian cara bunuhnya seperti yang dilakukan orang pasar.
Membunuh tanpa harus membuat dagingnya sempat mengalami
intensify
alias penegangan otot. Ototnya tidak sempat tegang sewaktu dibunuh. Mereka benar-benar mati dengan tenang. Lantas apakah ada cipratan darah? Ya tidak.
Kalau ciprat, artinya ada
tensi
dari hewan itu yang naik. Dagingnya pasti gak enak. Makanya, kalau mau menyembelih hewan, serahkan ke yang profesional. Jangan sama gabener. Mau dimasak sama chef hotel bintang 10 pun, kalau dagingnya keras, ya sama aja bohong.
Kunyah deh tuh daging alot potongan chef Anies.
Harusnya gabener ini ke Jepang belajar cara bunuh sapi, bukan malah pungutin sampah di negara itu.
Begitulah potong-potong.
Melmel
Next Post
Previous Post